itinerary DESA CANCAR, WAE REBO (1)

FLORES WE COMING PART 3
WAE REBO (1)
9 – 18 agustus 2014
Akhirnya part 3 juga. Spesial thanx untuk part 3 kali ini ditujukan untuk BANG KEN  yang selama part 1 dan part 2 selalu bilang percuma ga ada beta hehehhe……
Hari rabu tanggal 13 Agustus 2014,kami berlabuh di Labuan bajo setelah sekitar 3 hari kami melakukan sailing di pulau komodo.Sekitar jam 12.00 kami tiba kembali ke Labuan Bajo, siang kami akan melanjutkan perjalanan ke RUTENG.Namun dalam perjalanan ini anggota perjalanan akan bertambah 1 orang lagi yaitu SAKTI yang berasal dari BANDUNG, dia adalah korban dari itinerary si ichant di web backpacker. Perjalanan dari LABUAN BAJO menuju RUTENG kami menggunakan travel dengan biaya Rp. 80.000,- / orang. Perjalanan menuju RUTENG adalah perjalanan yang lumayan panjang dengan jalan yang berkelok – kelok. Dan selama perjalanan ini telah memakan korban salah satu anggota yang jackpot sampe 5 kali, dan begitu sampai ruteng wajahnya sudah hahhaha…. Sayang ga ada fotonya hehehhehe…. Jadi siap – siap ANTIMO bagi kalian yang sering mabuk perjalanan. Sekitar 5 s/d 6 jam kita akhirnya sampe di RUTENG. Di ruteng bertambah lagi anggota kami oleh teman si ICHANT yaitu BANG KEN yang merupakan generasi muda asli dari flores (yang akan jadi pahlawan kita untuk perjalanan di KUPANG nanti). Di ruteng kami tiba sudah malam kami langsung menuju penginapan SUSTERAN yang sudah di booking BANG KEN. Dengan harga Rp. 100.000,- /orang / malam penginapan ini sangat murah dengan fasilitas yang bagus sekali. Tempatnya bersih, kamar mandi memadai dan mendapatkan makan pagi. Makanya penginapan ini selalu penuh kalau kita tidak memesan jauh2 hari. Bahkan penginapan ini terkenal di kalangan backpacker mancanegara. Karena waktu makan pagi kami menemui beberapa turis asing yang menginap di tempat ini juga.
Oia satu lagi klo di bilang NTT itu panas hahhaha….. jangan terkejut kalau di RUTENG udaranya dingin sekali. Saya sebagai penyuka udara dingin saja sampe luar biasa kedinginan, dibanding malang mungkin ini 2 x lipatnya. Makanya si BANG KEN bilang “gila kau my fren” saat si ICHANT telp minta dicarikan penginapan di ruteng yang ada ACnya. Hahahhaa…. Dan sekarang baru terjawab.
Dan inilah penginapan susteran






Paginya kami sudah membooking travel untuk mengantarkan kami ke desa denge (desa terakhir sebelum ke waerebo) kami memilih travel untuk menghemat biaya penginapan. Rencananya kami akan memakai OTO KAYU (truck yang didesain untuk angkutan umum)  dengan seharga Rp. 50.000,-/orang sampai dintor dilanjut ojek ke denge Rp.25.000,-/ orang atau langsung dengan ojek dari ruteng Rp. 150.000,-. Kami memilih menggunakan travel selain nyaman dengan harga Rp. 1.000.000,- PP dan ditungguin selama kami menginap di waerebo. Dan yang paling penting dibagi orang 6 hahhhaa…. Itu yang bikin hemat beb. Dengan begini kami mendapatkan harga yang lebih murah karena kami bisa menghemat untuk tidak menginap di desa denge, karena kita bisa menjadwalkan untuk berangkat pagi dari RUTENG sehingga siang kami bisa sampai di desa denge langsung lanjut tracking ke WAEREBO. Sedangkan bila menggunakan oto kol maka kita baru bisa berangkat sekitar jam 9 atau 10 pagi sampai desa denge sudah sore sehingga tidak memungkinkan kita untuk lanjut tracking ke waerebo. Apabila kita ingin menginap di desa denge kita bisa menginap di penginapan milik pak blasius (081339350775) kalau ga salah tarifnya Rp.175.000,- /hari/orang.
Dan perlu diketahui OTO kayu itu seperti ini tatatatta….


Sebuah truck yang dimodifikasi untuk penumpang
Oia yang perlu diingat untuk trip ke flores ini kita harus mengajak beberapa orang untuk menghemat biaya transportasi yang memang cukup mahal.


Dengan memilih travel kita juga diuntungkan untuk bisa berfoto dibeberapa daerah yang akan dilewati seperti desa CANCAR. Di desa ini terdapat sawah yang mirip jaring laba – laba atau yang dikenal dengan nama SPIDERWEB RICE FIELD. Sawah ini berbentuk seperti jaring laba – laba karena itu adalah system pembagian sawah yang sudah dilakukan secara turun menurun. LINGKO adalah tanah adat yang dimiliki secara bersama oleh penduduk dan dikelola bersama untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sistem pembagian lingko disebut lodok. Pembagian tanah yang dilakukan dengan menentukan titik pusat hamparan tanah adat. Besar kecilnya tanah ditentukan dari kedudukan seseorang dalam kampung dan jumlah keluarga. Semakin tinggi kedudukan semakin besar tanah yang di dapatkan.
Dan beginilah bentuk sawah di desa cancar


Dan jangan di tanya lagi untuk pemandangan selama perjalanan indahnya pake banget mulai sawah – sawah, perumahan penduduk, bahkan kita akan berada di jalan yang sebelahnya itu laut dan di situ juga kita akan bisa melihat pulau mules yang mirip pulau di film jurrasic park. Dan beginilah penampakan pulau mules

Dan yang paling amazing adalah sepanjang perjalanan kita akan bertemu dengan warga yang ramah apalagi anak – anak kecil yang kita temui di sepanjang jalan pasti akan melambaikan tanggan ke arah mobil kita sambil bilang helloooo…… oooo…. Ramahnya INDONESIAKU, jadi serasa artis hehhehe… apalagi ketika kita ulurkan tangan kita di jendela mereka akan menyambut tangan kita dengan sebuah TOS hahhahahaa….. sungguh perjalanan yang menyenangkan. Dan kami sampai di desa denge desa terakhir sebelum tracking ke wae rebo. Kami berhenti dirumah pak blasius dan sebelumnya kami sudah memesan makan siang di pak blasius dengan harga Rp. 60.000,- / orang untuk 2x kali makan yaitu sebelum tracking dan besok sesudah tracking. Ya kami memilih untuk menginap di wae rebo.  Sekitar pukul 1 kami berangkat menuju waerebo. Kami diantar jasa porter dengan biaya Rp.150.000,-. Disinilah titik awal tracking dimulai yaitu SD Denge dan foto ini diambil saat kami kembali dari waerebo. Oia perjalanan dari ruteng ke denge sekitar 4 jam.



Dan perjalanan pun dimulai sini lah SD denge, 

kemudian kita melewati jalanan setapak, sungai dan  beginilah perjalanan sampai pos 1.




Kami beristirahat sejenak di pos 1 kemudian kita melanjutkan lagi perjalanan ke pos 2 dan 3 selama perjalanan ini jalanan lebih terasa menanjak dan terdapat patokan tulisan yang memperlihatkan jarak yang sudah kita tempuh. Dalam perjalanan kita tidak henti – henti disuguhkan pemandangan yang rupawan, mulai hutan hujan yang lebat, jembatan, sungai, lewat bibir jurang dan yang paling indah dari semua itu adalah ketika kita berjumpa dengan warga waerebo yang turun ke desa denge, mereka begitu ramah menyapa kita bila kita berpapasan dengan mereka ditengah jalan dan mereka akan berhenti, memberi kita jalan, karena memang jalan setapak yang sempit membuat kita harus berhenti salah satu untuk memberi jalan kepada yang lain. Selain itu orang – orang waerebo adalah orang yang bersemangat, biasanya sebelum berpapasan kita sudah bisa mendengar suara mereka bernyanyi lagu adat mereka dari kejauhan. Dan jangan ditanya soal suara, suaranya merdu.  Dan tak terasa (hahahha… padahal sudah kepayahan untuk berjalan) kami tiba di Pos 3 di tempat inilah terakhir kita bisa bertemu dengan sinyal.



pos terakhir mendapatkan sinyal 

tanda kurang berapa meter jarak yang sudah kita tempuh
Dan setelah pos 3 ini jalan lebih mudah dilalui karena jalanan mulai menurun dan pos 3 tiga ini kita sudah dekat dengan desa waerebo. Dan setelah beberapa menit berjalan dari pos 3 dan bertemu dengan sebuah bangunan yang mirip pos pemantauan ini. Itu berarti kita sudah bisa melihat waerebo dan itu berarti sejak dari bangunan ini sampai desa wae rebo kita sudah tidak boleh mengambil foto sampai  kita permisi tetua adat. 


dari pos ini kita sudah bisa melihat keindahan wae rebo
Dan beginilah wajah wae rebo yang begitu indah



Sesuai adat sebelum melakukan aktivitas di desa wae rebo, kami harus terlebih dahulu menuju rumah gadang (rumah induk tempat tinggal tetua adat). Dengan si bantu mas bro porter yang mengutarakan maksud tujuan kami dan kemudian tetua adat membacakan doa untuk keselamatan kami selama disini dan kembali pulang, dan setelah itu kami menyerahkan uang sebagai symbol persembahan.  Setelah upacara adat ini baru kita diajak ke rumah khusus tamu dan kami shock waktu sampai di tumah tamu ini semuanya orang luar hanya kita saja yang asli Indonesia. Dan itu tampak di buku tamu yang ada

Dalam rumah tamu ini hanya ada satu ruangan besar dan kita akan tidur disini berjejer dengan orang dari Negara lain. Its so amazing hahhahaha…. Jadi inget saat tidur dirumah nenek waktu lebaran pasti suasananya seperti ini tidur jejer kayak ikan asin yang di jemur ahahhaha…
Tapi disini kita menemukan apa yang disebut bhineka tunggal ika, berbeda – beda tapi tetap satu jua. Waerebo tempat berkumpulnya para traveller dari seluruh dunia.


Bersambung lagi yeeee…. Uda ngantuk besok masuk pagi hahahhaa...

Komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. halo mba fitri boleh minta contactnya mba, buat tanya2 saya rencana solo trip bulan november 2015 ke Werebo dari Labuan Bajo, jika berkenan mohon dibalas ya makasih mba :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer